Hari ini tema yang akan saya sampaikan adalah Mental dan Naluri Penulis
1. Mental Seorang Penulis
Sungguh antara teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.
Di kelas pelatihan menulis ini, peserta tentu sudah dan akan mendapat berbagai materi yang berhubungan dengan teknik menulis.
Misal, bagaimana membuat outline tulisan, membuat judul, teknik menulis sekali duduk, dsb.
barat jiwa dan raga. Teknik menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa "hidup".
Teknik menulis yang Bu Dita maksud mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis.
Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri.
Mental apa saja yang harus dimiliki penulis, saya tuangkan dalam bentuk mind map dan video materi yang bisa disimak pada link berikut :
https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/01/menjadi-narasumber-di-wag-17-pelatihan.html?m=1
Salah satu mental yang harus dimiliki adalah siap belajar. Di bagian mental penulis yang akan saya bahas kemudian, mungkin ada kata yang bikin baper. Oleh karena itu, siapkan mental Anda sejak sekarang.
Kali ini saya akan lebih menitikberatkan pada keseimbangan teknik dan mental penulis. Berdasarkan analisis saya, dilihat dari keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis, yaitu :
1. Dying writer
2. Dead man
3. Sick people
4. Alive
Tipe pertama adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis.
Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dsb)
Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis.
Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.
Tipe kedua adalah Dead Man. Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati". Tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran diary. Atau notes yang ada di hp. Belum terpublish.
Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dsb) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.
Tipe ketiga adalah Sick People. Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya.
Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya.
Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb.
Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh.
Karena semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.
[17.20, 23/4/2021] Aam Pgri Menulis: Terakhir tentu saja kategori terbaik, yaitu Alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa.
Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli" menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya.
Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka.
Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan.
Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dsb.
Kelompok Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb)
Omjay, Mr. Bams, Bu Kanjeng, Pak H. Thamrin, moderator hebat kita kali ini Bu Aam, bahkan Bapak dan Ibu yang selalu bisa membuat resume bisa dikatakan dalam kategori ini.
Apakah kita bisa menjadi alive? TENTU BISA!
Bapak dan Ibu yang mengisi kuesioner pasti tau bahwa salah satu pertanyaan Bu Dita adalah "Apa yang Anda takutkan ketika menulis/mempublish tulisan?"
Ternyata dari 30 jawaban yang masuk, sebagian besar bisa dikategorikan menjadi 2 macam ketakutan, yaitu :
1. Takut terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta ketakutan lain yang sejenis)
2. Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh, diejek, tidak dibaca, dsb.
Sedangkan 3 orang lainnya menyatakan tidak memiliki ketakutan.
Nah inilah yang patut kita contoh.
Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain.
Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.
Nah, masuk ke bahasan kedua tentang Naluri Penulis, saya akan berangkat dari pengertian naluri menurut KBBI online.
Menulis: na·lu·ri n 1 dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;
Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya.
Orang yang memiliki naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan.
Ada banjir yang melanda, dilihat di depan mata banyak orang mengungsi dsb, kemudian tergerak membuat tulisan.
Itu adalah contoh sosok yang memiliki naluri penulis.
Ada lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, ia tuangkan dalam bentuk tulisan.Ini pun contoh naluri penulis.
Kenali diri Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita.
Bu Dita juga mengemukakan terkait hasil kuesioner yang mungkin bisa jadi bahan renungan untuk kita semua.
Buku solo Bu Dita yang dicetak sudah ada 3
1. Lelaki di Ladang Tebu (kumpulan cerpen pendidikan)
2. Membongkar Rahasia Menulis (kumpulan artikel saat lomba blog PGRI)
3. Sepenggal Kisah Corona (tentang memoar kehidupan saya selama satu tahun pandemi - sedang proses cetak).
Sedangkan dalam platform menulis, ada novel berjudul Precious di Wattpad dan 2 short story "Mengapa Tak Kau Tanyakan Saja" (Wattpad) dan Djogja Backpacker (Storial)
Tapi jika ditanya yang paling berkesan, tentu buku solo pertama saya.Karena dalam buku ini, saya tuangkan kisah hidup beberapa murid saya yang diubah dalam bentuk cerpen.
Yang penting terus aktif menulis dan pupuk mental penulisnya
No comments:
Post a Comment